Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disahkan menjadi Undang-Undang (UU), sebelum mengetuk palu pimpinan rapat Anis Matta (wakil ketua DPR RI) menanyakan kepada seluruh Fraksi yang hadir pada saat Rapat Paripurna, Selasa (03/07/2012) di Ruang Rapat Paripurna DPR RI. "apakah RUU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat disetujui menjadi Undang-Undang? Seeetuujuuu..." ujar Anis Matta yang diikuti oleh seluruh fraksi yang hadir.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III, Aziz Syamsuddin mengatakan, pembahasan RUU Ini dilakukan secara intensif dan mendalam sehingga mengandung substansi baru yang belum pernah diterapkan di Indonesia sebelumnya.
Antara lain prinsip keadilan restoratif yakni mengusahakan penyelesaian konflik hukum dengan melibatkan korban dan para keluarganya. Untuk mendapatkan masukan yang komprehensif, Panja melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke 3 (tiga) Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Sulawesi Selatan.
Ada beberapa isu krusial yang menjadi fokus pembahasan dalam RUU ini,
antara lain:
1. Batasan usia pertanggungjawaban anak (12-18) tahun serta batasan usia anak yang bias dikenakan penahanan (14-18) tahun.
2. kategori tindak pidana yang bisa didiversi dan tindak pidana yang tidak bisa didiversi, yakni:
Tindak pidana yang ancaman pidananya di bawah 7 tahun dapat didiversi, sedangkan yang ancamannya 7 tahun ke atas tidak dapat didiversi.
3. Syarat, tatacara dan jangka waktu penangkapan.
4. Syarat, tatacara dan jangka waktu penahanan.
5. Jenis pemidanaan dan tindakan.
6. Kewajiban untuk tidak mempublikasikan perkara anak.
7. Pengaturan sanksi pidana dan saksi administratif terhadap petugas dan aparat penegak hukum yang tidak menjalankan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan sebagaimana yang diatur dalam UU, dan kedelapan, jangka waktu penyiapan infrastruktur selama 5 tahun sejak UU diberlakukan.
Setelah itu Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin yang mewakili Pemerintah mengatakan bahwa UU Nomor 3 tahun 1997 tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat. UU itu, kata dia, belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum.
Beberapa substansi penting dalam pembahasan RUU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, antara lain:
1. Sistem peradilan pidana anak wajib dilaksanakan dengan semangat keadilan restorative (restorative justice).
2. Anak yang berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
3. Kewajiban terhadap aparat penegak hukum untuk mengupayakan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yakni pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
4. Penahanan terhadap anak harus bersifat ultimatum remedium dengan syarat yang sangat ketat dan ditempatkan di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS).
5. Adanya ketentuan baru dalam beracara yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.
6. Pengaturan secara rinci hak-hak anak yang menjadi korban atau saksi dalam suatu tindak pidana, termasuk memberikan rehabilitasi sosial dan medis.
7. Pengaturan mengenai penjatuhan pidana atau tindakan terhadap anak hanya dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini, termasuk juga pengaturan mengenai jenis pidana dan tindakannya.